cookieChoices = {}; IPS : Strategi Nasional Dalam Menghadapi Peristiwa Madiun/PKI, DI/TII, G 30 S/PKI, Dan Konflik-Konflik Internal Lainnya ~ RieVazZ cookieChoices = {};

Wednesday, May 28, 2014

Posted by Ahmad Arief Rivaldi |
IPS : Strategi Nasional Dalam Menghadapi Peristiwa Madiun/PKI, DI/TII, G 30 S/PKI, Dan Konflik-Konflik Internal Lainnya
   

 A.   Peristiwa Madiun/Pki Dan Cara Yang Dilakukan Pemerintah Dalam Penanggulangannya
Pemberontakan Pki Madiun yang terjadi pada tahun 1948 merupakan pengkhianatan terhadap Bangsa Indonesia ketika sedang berjuang melawan Belanda yang berupaya menanamkan kembali kekuasaanya di Indonesia. Pemimpin pemberontakan ini antaranya adalah Amir Samsyudin dan Musso. Amir Syamsudin membuat Front Demokrasi Rakyat (Fdr) pada tanggal 28 Juni 1948 dan melakukan pemberontakan di Madiun. Sedangkan Musso adalah tokoh Pki yang pernah gagal melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1926 lalu bergabung dengan Amir Syarifuddin.Kelompok ini sering melakukan aksi-aksinya antra lain :
1.     Melancarkan propaganda anti pemerintah
2.    Mengadakan pemogokan-pemogokan kerja bagi para buruh di perusahaan
3.    Melakukan pembunuhan-pembunuhan misalnya dalam bentrokan senjata di Solo tanggal 2 Juli 1948, kemudian Divisi Liv yakni Kolonel Sutarto secara tiba-tiba terbunuh . pada tanggal 13 September 1948 tokoh pejuang 1945, Dr. Moewardi diculik dan dibunuh.
Pemberontak Pki di Madiun ini bertujuan meruntuhkan pemerintahan Ri yang berdasarkan Proklamsi 17 Agustus 1945 yang akan diganti dengan pemerintahan yang berdasarkan paham komunis.
Dalam usaha mengatasi keadaan, pemerintah mengangkat Kolonel Gatot Subroto sebagai gubernur militer daerah istimewa Surakarta dan sekitarnya. Karena Panglima Besar Jendral Sudirman sedang sakit maka pimpinan operasi penumpasan di serahkan kepada Kolonel A. H. Nasution, panglima markas besar Komando Jawa (Mbkd).
Pada tanggal 30 September 1948 seluruh kota Madiun dapat direbut kembali oleh Tni. Musso yang melarikan diri ke luar kota dapt di kejar dan ditembak tni. Sedangkan Amir Syarifuddin tertangkap di hutan ngramb, grobogan, daerah puwandadi dan di hukum mati.
   B.    Peristiwa Di/Tii Dan Cara Yang Dilakukan Oleh Pemerintah Dalam Penanggulangannya
1.     Pemberontakan Di/Tii di Jawa Barat
Pada tanggal 7 Agustus 1949 di suatu desa di kabupaten Tasikmalaya (Jawa Barat), Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia. Ketika pasukan Siliwangi berhijrah, gerombolan Di/Tii ini dapat leluasa melakukan gerakannya dengan membakar rumah-rumah rakyat, membongkar rel kereta api. Menyiksa dan merampok harta benda penduduk.
Usaha untuk menumpas pemberontakan  Di/Tii ini memerlukan waktu yang lama disebabkan oleeh beberapa fakto, yaitu :
a.    Medannya berupa daerah pegunungan-pegunungan sehingga mendukung pasukan di/tii untuk bergrilya,
b.    Pasukan Kartosuwiryo dapat bergerak dengan leluasa di kalangan rakyat,
c.    Pasukan Di/Tii mendapat bantuan dari beberapa orang Belanda, antara lain pemilik-pemilik perkebunan dan para pendukung negara Pasundan,
d.    Suasana politik yang tidak stabil dan sikap beberapa kalangan partai politik telah mempersulit usaha-usaha pemulihan keamanan.
Pada tahun 1960 pasukan Siliwangi bersama rakat melakukan operasi “Pagar Betis” dan opersi :Bratayudha.” Pada tangal 4 Juni 1962 S.M. Kartisuwiryo beserta para pengawalnya dapat ditangkap oleh pasukan Siliwangi dalam operasi “Bratayudha” di Gunung Geber, daerah Majalaya, Jawa Barat.
2.    Pemberontakan Di/Tii di Jawa Tengah
Pemberontakan Di/Tii di Jawa Tengah di bawah pimpinan Amir Fatah yang bergerak di daerah Brebes, Tegal, Dan Pekalongan dan Moh. Mahfudh Abdul Rachman (Kiai Sumolangu). Pada bulan Januari 1950 pemerintah melakukan operasi kilat yang disebut “Gerakan Banteng Negara” (Gbn) di bawah Letnan Kolonel Sarbini (selnjut-nya di ganti letnan Kolonel M. Bachrun dan kemudian oleh Letnan Kolonel A. Yani. Di daerah Kebumen muncul pemberontakan yang merupakan bagian dari Di/Tii, yakni dilakukan oleh “Angkatan Umat Islam (Aui)” yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahudz Abdurachman yang dikenal sebagai “Romo Pusat” atau Kyai Somalangu. Pemberontakan Di/Tii juga terjadi di daerah Kudus dan Magelang yang dilakukan oleh Batalyon 426 yang bergabung dengan Di/Tii pada bulan Desember 1951.
3.    Pemberontakan Di/Tii di Aceh
Gerombolan di/tii juga melakukan pemberontakan di aceh yang dipimpin oleh Teuku Dau Beureuh. Pada tanggal 21 September 1953 Daud Beureuh yang waktu itu mejabat sebagai gubernur militer menyatakan bahwa Aceh erupakan Ri Negara Islam Indonesia di bawah pimpinan S.M. Kartosuwirjo. Atas prakarsa kolonel M. Yasin, panglima daerah militer i/ Inkandar Muda, pada tanggal 17-21 Desember 1962 diselenggarakan “ musyawarah kerukunan rakyat Aceh” yang mendapat dukungan tokoh-tokoh masyarakat Aceh sehingga pemberontakan Di/Tii di Aceh dapat dipadamkan.
4.    Pemberontakan di/tii di sulawesi selatan
Di Sulawesi Selatan juga timbul pemberontakan Di/Tii yang dipimpin oleh Kahar Muzakar. Pada tanggal 17 Agustus 1951 Kahar Muzakar beserta anak buahnya melarikan diri ke hutan dan melakukan aksi dengan melakukan teror terhadap rakyat. Pada bulan Februari 1965 Kahar Muzakar berhasil ditangkap dan sitembak mati sehingga Di/Tii di Sulawesi Selatan dipadamkan.
5.    Pemberontakan Di/Tii di Kalimantan Selatan
Pada bulan Oktober 1950 Di/Tii juga melakukan pemberontakan di Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Pemerintah mengerahkan pasukan Tni sehingga pada akhir tahun 1959 Ibnu Hajar beserta seluruh anggota gerombolannya tertangkap dan dimusnahkan
   C.    Keadaan Politik, Ekonomi, Sosial, Dan Budaya Sebelum Terjadinya Peristiwa G 30 S/Pki
Pada masa demokrasi terpimpin kondisi ekonomi sangat memprihatinkan hingga muncul krisis ekonomi nasional. Kondisi politik dan ekonomi yang semakin tegang bersampak pada sosial budaya masyarakat. Pki dan para pendukungnya yang semakin mendapat pengaruh sering mengancam dan melakukan tindak kekerasan  lainnya. Pengaruh pki yang sangat besar dalam bidang politik berdampak luas terhadap kebijakan pemerintah di semua bidang.
   D.   Pemberontakan G 30 S/Pki Dan Cara Penumpasannya
Prinsip Nasakom yang dilaksanakan pada waktu itu memberi kesempatan kepada Pki dan organisasi pengukungnya untuk memperluas pengaruhnya. Sebelum melakukan pemberontakan, Pki melakukan berbagai cara agar mendapat dukungan yang luas di antaranya sebagai berikut :
1.     Pki menyatakan dirinya sebagai pejuang perbaikan nasib rakyat serta berjanji akan menaikan gajih upah buruh, pembagian tanah dengan adil, dan sebagainya.
2.    Pada akhir tahun 1963 Pki melakukan “Aksi Sepihak” terutama di Jawa, Bali, dan Sumatera Utara.
3.    Pki juga mencari pendukung dari berbagai kalangan mulai dari para petani, buruh kecil, pegawai rendahan baik sipil maupun militer, seniamn, wartawan, guru, mahasiswa, dosen, intelektual, dan para perwiara abri.
4.    Pengaruh Pki yang besar dalam bidang politik sehingga memengaruhi terhadap kebijakan pemerintah.
5.    Memasuki tahun 1965 Pki melempar desas-desus adanya “Dewan Jendral” dari dalam tubuh angkatan darat.
30 September 1965 atau awal tanggal 1 Oktober 1965, terjadinya penculikan
dan pembunuhan terhadap para perwira Angkatan Darat. Penculikan ini dilakukan
oleh sekelompok militer yang menamakan dirinya sebagai Gerakan 30 September.
Aksi ini di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung, komandan Batalyon I
Cakrabirawa. Para pimpinan TNI AD yang diculik dan dibunuh oleh kelompok
G 30 S/ PKI tersebut adalah sebagai berikut.
   a.    Letnan Jenderal Ahmad Yani.
   b.    Mayor Jenderal R. Suprapto.
   c.    Mayor Jenderal Haryono MT.
   d.    Mayor Jenderal S. Parman.
   e.    Brigadir Jenderal DI. Panjaitan.
   f.    Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo.
    g.     Letnan Satu Pierre Andreas Tendean.

Peristiwa pembunuhan oleh G 30 S/ PKI yang terjadi di Yogyakarta mengakibatkan gugurnya dua orang perwira TNI AD yakni Kolonel Katamso Dharmokusumo dan Letnan Kolonel Sugiyono. Pada hari Jum’at pagi tanggal 1 Oktober 1965 “Gerakan 30 September “ telah menguasai dua buah sarana komunikasi vital, yakni studio RRI Pusat di Jalan Merdeka Barat, Jakarta dan Kantor PN Telekomunikasi di Jalan Merdeka Selatan.
Dengan menghimpun pasukan lain termasuk Divisi
Siliwangi, dan Resimen Para Komando Angkatan Darat
(RPKAD) di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edi Wibowo,
panglima Kostrad mulai memimpin operasi penumpasan
terhadap Gerakan 30 September. Tindakan-tindakan yang
dilakukan dalam operasi ini sebagai berikut.
( 1)  Pada tanggal 1 Oktober 1965 operasi untuk merebut kembali RRI dan Kantor Telkomunikasi sekitar pukul 19.00. Dalam sekitar waktu 20 menit operasi ini berhasil tanpa hambatan. Selanjutnya Mayor Jenderal Soeharto selaku pimpinan sementara Angkatan Darat mengumumkan lewat RRI yang isinya sebagai berikut.
(a)   Adanya usaha usaha perebutan kekuasaan oleh yang menamakan dirinya Gerakan 30 September.
(b)  Telah diculiknya enam tinggi Angkatan Darat.
(c)  Presiden dan Menko Hankam/Kasab dalam keadaan aman dan sehat.
(d) Kepada rakyat dianjurkan untuk tetap tenang dan waspada.
( 2)  Menjelang sore hari pada tanggal 2 Oktober 1965 pukul 06.10 operasi yang dilakukan oleh RPKAD yang dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edhi Wibowo dan Batalyon 328 Para Kujang. Operasi ini berhasil menguasai beberapa tempat penting dapat mengambil alih beberapa daerah termasuk daerah sekitar bandar udara Halim Perdanakusumah yang menjadi pusat kegiatan Gerakan 30 September.

( 3)  Dalam operasi pembersihan di kampung Lubang Buaya pada tanggal 3 Oktober 1965, atas petunjuk seorang anggota polisi, Ajun Brigadir Polisi Sukitman diketemukan sebuah sumur tua tempat jenazah para perwira Angkatan Darat dikuburkan. Mereka yang menjadi korban kebiadaban PKI tersebut mendapat penghargaan sebagai pahlawan revolusi.

0 komentar: